Minggu, 08 Januari 2012

Matahari jiwaku



Surya belum genap dalam pancarkan sinarnya, butiran–butiran embun yang tercecer di rerantingan, dahan-dahan pohon hingga rerumputan adalah sebuah panorama kesejukan yang senantiasa menghiasi pagi. Mulai derapkan langkah untuk menyongsong hari, bergegas , hingga memacu diri untuk lebih bisa melampaui sang waktu, tak kenal lelah bahkan tak ada kata untuk menyerah. Kini akui atau tidak, manusia telah diperbudak oleh sang waktu, padahal semestinya manusialah yang harus kendalikan sang waktu.
Di bebarisan langkah mulai teruntai ritme nada yang berdetak dari hentakan kaki, hentakan sepasang sepatu klimis yang mengkonotasikan seorang yang penuh akan kuasa sebagai sang pemakainya. Menenteng sebuah tas, dengan helaian jas hitam rapi sambil mengembangkan seuntai senyum layaknya para model yang berjalan di catwalk. Pernik kacamata yang terhias diwajah tampannya serta aura kebijaksanaan yang terpancar dari dalam dirinya. Hafidh fahmi, seorang yang multitalent peraih predikat sebagai lulusan terbaik UIN Syarif Hidayatullah. Dia juga lebih dikenal sebagai seorang santri Mamba’ul Ulum Pati. Jadi tak heran di profersinya yang sekarang ini, hafidz masih dapat berpegang teguh pada prinsip hidupnya.
Terbuai dalam kehidupan dunia kadang membuat manusia lepas dari kodrat mula, mereka terlalu ingin menjadi yang serba lebih. Ketidakpuasan akan apa yang telah dianugrahkan oleh sang khalik, membuat kebanyakan orang melakukan jalan pintas untuk mendapatkan yang diinginkan. Halal ataukah Haram tak ada bedanya yang terpenting mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Itulah yang selama ini mencarut marutkan pikiran Hafidz.
Anugrah ataukah musibah, dua tahun yang lalu hafidz telah resmi dilantik sebagai salah satu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Kabupaten Pati. Tapi dari hari kehari dia semakin tertekan dengan statusnya sebagai DPR, terkadang dia lebih suka termenung dalam hiruk pikuk argument para rekan-rekanya.
Teriknya mulai terasa semakin melemah, angin yang mengalunkan rombongan awan pekat membuat sebuah tabir yang seakan menjadi forum pembelaan terhadap para pinggiran. Terasa lain dihari ini, biasanya hafidz dan para temanya melepaskan kepenatan di sebuah Rumah Makan atau Restoran mewah, akan tetapi siang ini dia lebih memilih untuk nongkrong di tepi jalan GOR Joyo Kusumo. Terlihat rona kegelisahan terpancar dari raut wajahnya, di sebuah bangku panjang ditemani secangkir kopi dan sebatang rokok yang menyala.
Ramai selalu ramai, gemulai tangan anak jalanan yang menadahakan belas kasihan, serta teriakan para kernet bus dan sopir angkot, seolah menjadikan sebuah keterkaitan setiap harinya. Entah angin apa yang berdesir, seolah mebuat sekujur tubuh hafidz tak bisa digerakkan, dari kejauhan nampak segrombolan massa sedang berjalan menuju arahnya. Emosional penuh terpancar dari kerumunan yang menghampiri Hafidz, tertegun dalam kebingungan tentang apa yang akan dilakukan oleh para massa yang menghampirinya. Tidak disangka kerumunan itu ternyata menuntut akan janji yang dulu pernah ia lontarkan saat kampanye. Hafidz yang terkaget ingan rasanya berlari dari mereka, akan tetapi dua lengan besar segera merobohkan tubuhnya. Tak ada daya apapun yang dapat diperbuatnya,
"Saudara tahukah kalian,,,,,???? Hukuman apa yang pantas untuk para pencuri….????"
"Potong tangannya……!!!!!!!"  serentak mereka menyahutinya
            Hafidz tercengah bingung, tentang apa yang akan dilakukan mereka terhadap dirinya. Tiba tiba sebilah pisau belati ditebaskan ketangannya, seketika itu jeritan keras terurai dari sepasang bibir yang terbiaskan dari ketidak berdayaan sang raga.
" Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa, , ,  "
            Dedaunan, ranting, batang, dan beberapa pasang mata tercengah kaget mendengar rintihan keras seorang berbaju rapi di sebuah bangku panjang. Nafasnya yang tidak teratur, serta dengusan kerasnya, membuatnya seolah sedang berlari dari kejaran malaikat pencabut nyawa. Itulah yang terpancar dari raut muka Hafidz, ternyata dirinya sedang terlelap dalam alam lamunnya. Sebilah pisau yang ditebaskan ketangannya hanyalah batangan rokok yang menyala hingga habis dan melepuhkan sela jarinya.
            keteduhan, sekarang ini sulit untuk dicarinya, bahkan dalam sujudnya kepada illahi rabbi, tak kunjung ia temukan ketentraman hati. Lamunan lamunan senantiasa menjadi hantu baru dalam derap hidupnya. Suara para dewan mulai menghentikan keheningan yang sempat dirasakan Hafidz pada kesindiriannya.
" Hai pak ustadz, habis dari mana….????" Lontarnya kepada Hafidz
" tadi habis ngopi ris, di samping Joyo.."
"tumben, , , , , , ??? eh tadi kita habis dapat TIP dari pengelola 3 karaoke baru dipinggir Pantura, nih bagian untuk kamu….."
Disodorkannya sebuah amplop tebal kepada Hafidz. Keraguan mulai berkecamuk dalam dirinya, gemetar tangan untuk menerima dan tidaknya uang tersebut.
" kamu kenapa fidz…….????" Tanyanya karena heran hafidz tak segera manerima uang.
" o…. tidak kenapa-napa og ris…."
" kalau tidak kenapa – napa, og kamu keliatan kayak orang habis kesambet setan waktu aku kasih TIP ini……?? Kenapa…..?? ehm,, denger yaw fidz sekarang itu udah gak zamannya nolak rezeki, lumayan lho, bisa buat tambahan shoping istri sama keperluan anak kamu, yaw udah pegang aja dulu, ntar kamu juga pasti butuhin, aku mau ngurus izin karaoke, …" berlalu saja aris sambil melambaikan tagannya.
" oh iya fidz, satu lagi nanti kalau kamu mau laporan, aku nitip do'anya yaw moga ditambahkan pundi pundi uangku, dan diberikan banyak gadis gadis cantik disampingku, hehehehe, nitip salam juga buat malaikat, bilangin Aris setiyawan SH salah satu anggota DPRD Pati lg udzur…..hahhahahahahahaha"
" Ehhhhhh wong edan…. Rumangsamu malaikat iku bolo keplekmu…..!!!" sahut Hafidz dengan nada guyonan kasar.
            Lelah, surya mulai menyematkan sinarnya, dentingan jarum jam sudah menunjukkan pukul 17.30. Kini senja telah mengkulum sinar kehangatan, perlahan menderaaikan kegelapan yang terindahkan dengan perpaduan jamuan lampu listrik serta pancaran rembulan serta keindahan rajutan bintang.
            Ditemukan sebuah ketentraman dari biasan kehangatan sauasana romantisme 3 insan. Layaknya Rama dan shinta yang sedang membimbing putranya. 
" Iqbal, ayo Iqomat……?"
Satria kecil itu kemudian mengumandankan iqomat pertanda untuk memulai jama'ah. Pasangan keluarga itu menjalankan shalat maghrib bejamaah di sebuah ruangan ibadah bagian dari rumahnya. Seusai shalat satria kecil itu menjulurkan tangan dan menciuim kedua tangan orang tuanya. Sebuah pelajaran sopan santun yang di berikan hafidz kepada buah hatinya.
            Rembulan terasa sempurna dalam menyuguhkan kehangatan, lamunan itu kembali merasuki fikirannya. Sambil memegang amplop pemberian dari Aris, Hafidz tertegun.
" Mas Hafidz ini kopinya….."  sambil menaruh secangkir kopi di meja.
" Lho, jari Mas Hafidz kenapa……???"
" owh, tadi habis keslomot rokok waktu ngopi…."
" og bisa tow mas, , , , ???? yaw udah salma ambilin obat , , ,"
"sini tangannya, udah tahu rokok panas og, masih aja di pegang, mau ngetes kekebalan,,,,???"
" nggk og de', tadi mas ngelamun,,"
" emmm, ada masalah apa tow mas , , ?? sekarang salma og lebih sering liat mas melamun , , "
" mas lagi bingung aja de', , , , , "
" Bingung mikirin apa tow mas……???"
" amplop ini de', , , " sambil mejulurkan ampop tebal yang dikasih aris tadi siang.
" ini amplop dari siapa mas, , , , , , , ????"
" tadi siang sehabis makan, aris ngasih amplop ini, katanya uang TIP untuk para dewan dari pengelola karaoke ….."
" Astaghfirullah mas, ini mah uang suap, uang untuk melindungi tempat bisnis yang semakin hari semakin menghancurkan moral, mas tahu keramaian diluar sana, , , , , ,??? Para aktifis, dan Ormas islam berbondong bondong untuk menunntut di tutupnya bisnis penghancur moral bangsa ini mas, tapi justru mas dan para dewan yang duduk disana malah mendukungnya, seharusnya ini tugas mas dan para dewan untuk membrantasnya, berdasarkan janji yang telah mas orasikan dulu, , , , , "    
" lalu apa yang harus mas lakukan de' ……??? ini semua sudah menjadi rahsia umum para dewan, apakah mas harus menolak, dan menentang keras……??? Mas bimbang untuk melngkah, mas bingung de'…."
" mas, tidak ada kata ragu ataupun bimbang untuk melakukan kebenaran, tidakkah mas lebih tahu tentang agama dari pada salma,,,???. Mas lebih tahu menahu tentang hukum, dan salma yakin mas juga lebih dari sekedar bisa untuk menjalankanya, tahukah mas, , ,  salma lebih bangga dengan sosok seorang Hiafidz 5 tahun lalu, seorang aktifis IPNU yang arif, bijaksana, sederhana, tidak neko neko, dan tidak mudah terpengaruh orang lain, sosok yang didamba banyak orang, hingga tidak pernah salma sangka, orang tersebut menjatuhkan pilhannya untuk hidup bersma dengan seorang Salma Fitiriana Sari, seorang yang masih awam dalam ilmu agama, dalam segala hal, kala itu salma terenyuh seolah salmalah orang yang paling bahagia didunia ini, rasa bahgia itu sampai sekarang belum pudar sedikitpun walau waktu menggerusnya, salma tetap ada disamping mas, saat mas terjatuhpun salma tetap ada didekapan mas, hingga mas terbangkit lagi,,,,, "
Seolah angin kesejukan mengalun dengan keindahan ritme simphony yang terajut dari sepasang bibir manis itu, bibir manis yang melahirkan untaian ketentraman bagaikan telaga surga yang senantiasa menyegarkan dahaga bagi para penghuninya. Untaian itu  kini seolah menjadi nyawa baru dalam diri hafidz. Nyawa pembawa ketentraman, yang akhir akhir ini menghilang dari derap langkahnya, sekarang kembali dan lebih mebawa kebahagiaan tersendiri. Hingga butiran kesejukan menetes dari kedua kelopak mata Hafidz.
Kemudian kedua insan itu mendekati sang buah hati yang sedang sibuk dengan bacaan komiknya. Sang ibu dengan penuh kelembutan dan kasih aynng membelai kepala si satria mungil itu.
" sal, ini adalah Iqbal Haidar El Fahmi, yang kelak akan menjadi kebanggaan banyak orang, dengan mewarisi kelembutan hati dari seorang ibundanya, dan keintelekan rintisan dari ayahandanya."       
            Senyap semakin menelan, keheningan melaun merasuk di dalam diri setiap insan yang telelap dipelukan sang malam. Hafidz bersimbah dalam sujud tengah malamnya, megucurkan airmata dan terus memanjatkan do'anya. Do'a untuk keselamatan dirinya, kedua orangtuanya, anak istrinya, keluarganya, sahabat, teman, serta saudara muslim muslimat.
            Mata hafidz tak kunjung henti meneteskan airmata, lelapnya sang bidadari yang memeluk hangat si satria kecil meberikan keteduhan tersendiri bagi dirinya.
“Mensejahterkan rakyat, meratakan keadilan, menjunjung tinggi kebenaran serta menumpas segala Korupsi Kolusi dan Nepotisme”. Kata itu yang dulu kerap diucapkan dalam setiap orasinya. Kini Hafidz akan memulai untuk melangkah lagi menyongsong ritme yang sempat terhenti. Ritme yang terhenti oleh teguran illahi, jarinya yang melupuh akibat bara rokok mungkin adalah peringatan untuk tidak mendzolimi kehidupan ini.
" ini adalah anugrah terindah, senyuman yang meneduhkan hatiku, tak seidikitpun kata cercaan kau lontarkan walaupun aku bersalah, dulu hingga sekarang kau masih yang ku kagumi, kepolosan serta kanggunanmulah yang meracuniku hingga daku terbuai untuk mendapatkanmu, dulu kini dan nanti kau adalah mawar yang takkan layu walupun terlampau waktu, semerbakmu akan senantiasa mewangi dalam lubuk hatiku, kini kita dikaruniai satria penghibur lara peneman sepi, buah hati yang senantiasa kita sayangi, kita akan selalu bersama mengarungi ganasnya sang waktu, aku akan setegar karang untuk melindungi dan menjaga kalian, satria dan bidadariku, walaupun aku tergeming oleh ombak tapi semangat dan kehangatan cinta kita yang akan mengkuatkan ku."
            Untaian semburat itu yang mengiringi sembab mata untuk terlelap malam, untaian untuk anugrah terindah dalam hidupnya. Besok adalah waktu dimana seorang Hafidz fahmi akan menjalankan jalan yang sempat terhenti, jalan untuk memulai membenarkan moral, moral yang dari hari kehari semakin mencarut oleh kehidupan hendoisme. Berat derapan itu akan dimulainya, tidak hanya pinggiran yang akan diubahnya tapi juga teman dewan sejajar dengan dirinya. Sebagai pemimpin yang dipercayai rakyat dirinya akan mengemban tanggung jawab yang berat.
  
                                                                        By : B@mbu Runcing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar