Jumat, 25 Oktober 2013

Mahasiswa ' DUDUK dan MENULISLAH '


Dewasa ini polemik yang melanda negeri kita semakin beragam, mulai dari ekonomi, pendidikan, budaya, dan yang senantiasa hangat adalah politik. Dari sekian banyaknya masalah, negeri kita semakin tersungkur dalam badainya sendiri, sehingga besar kemungkinan akan sulit untuk berdiri, apalagi mengobati diri.
Masyarkat Indonesia cenderung bingung, tentang apa yang harus di lakukan untuk membenahi itu semua. Dari sekian banyaknya elemen serta fungsi keberagaman mereka justru focus pada satu titik yang bukan tugasnya. Acapkali kita membuang tenaga, hanya untuk melakukan hal yang notabenya minim pengaruh dalam pengembangan bangsa. Terlebih untuk para kaum intelektual muda, Mahasiswa. Sering kala ada masalah yang melanda negeri, para mahasiswa membuang tenaga untuk berdemo. Kadang juga ada yang tidak perduli dengan almamaternya hingga menanggalkan kedamaian dan justru menciptakan masalah baru, macet misalnya.

Padahal semestinya orang yang berpendidikan adalah kekuatan untuk mengembangkan dan memajukan suatu bangsa. Sering kata “ kekuatan “ ini kurang tepat guna dalam pengaplikasiannya, kekuatan lebih sering diartikan sebagai tindakan keras untuk melawan ketidak benaran, bahkan mendekati dengan anarkis. Tidak malukah para mahasiswa di sebut sebagai seorang anrkis?. Lalu apa selama ini yang dapat di siratkan untuk perkembangan bangsa oleh para penerus yang anarkis?. Generasi yang pongah dan tidak mengenal aturan itulah titik akhir yang dapat di simpulkan.

Dalam sebuah potongan sajak WS. Rendra “ kita mesti keluar ke jalan raya, ke luar ke desa – desa, mencatat sendiri semua gejala, dan menghayati persoalan yang nyata ” (sajak sebatang lisong). Dapat di jadikan landasan bagi mahasiswa, bahwa kita memang perlu turun langsung ke jalan tapi bukan dengan demonstrasi. Turun ke jalan adalah supaya kita memang benar tahu tentang kenyataan di masyarakat, tentang problema yang di alami. Kemudian kita menghayati bagaimana jalan keluar yang efesien.

Mahasiswa ‘ duduk dan menulislah ‘ bukan bermaksud membatasi lingkup para orator kerakyatan. Ketika telah menelaah banyak tentang masalah yang merundung bangsa ini, asyiknya lagi jika mahasiwa dapat menuliskan jalan keluar merumuskan rumus rumus baru yang memang sering sulit di cerna, mana kala teori tentang permasalahan negeri ini di uraikan oleh para akademisi yang terlalu picik berkiblat pada teori imporan, yang sebenarnya tak memahami watak, karakter serta tradisi bangsa. Mahasiswa dituntut menjadi pengembang Negara, dengan kekreatifitasan mereka, mereka dapat menyederhanakan teori yang sesuai dengan karakter masyarakat. Sehingga teori tersebut dapat di baca banyak kalangan dan terlebih jadi sumber inspirasi dan landasan orang. Tidak perlu berpanas panasan demo, membikin masyarakat lain was was, yang sering kali hanya lingkup itu itu saja yang tahu tentang aksi dan niat para mahasiwa.

2 komentar: