Nomor : 04/ LATGAB/CBP-KKP/XII/2011 11 Desember 2011 Lamp. : - Hal : INSTRUKSI
Kepada Yth : DKAC. CBP – KKP se – Kab. Kudus di- Kudus
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Bismillahirrahmanirrahim Salam silaturrahim kami sampaikan semoga semua aktifitas kita mendapat ridlo dari Allah SWT. Amin… Sehubungan dengan diadakannya Latihan Gabungan ( LATGAB ) Dewan Koordinasi Cabang Corp Brigade Pembangunan (CBP) bersama Korp Kepanduan Putri (KKP) Kabupaten Kudus. Yang Insya Allah akan kami laksanakan besok pada :
Hari : Jum'at s/d Sabtu Tanggal : 23 s/d 24 Desember 2011 Waktu : 07.00 WIB – Selesai Tempat : 1. Kantor PC. NU Kab. Kudus 2. “ Puncak 29 “ Desa Rahtawu Gebog Kudus
Menanggapi surat diatas kami panitia latgab Alumni diklatmad DKC CBP KKP Kudus mengadakan suvei area ( 14/12/2011). Kami berangkat pada pukul 13:00 WIB dari kantor NU Kudus, kemudian kami segera menuju Desa Rahtawu Kec Gebog. Panorama yang di suguhkan ketika kami pertama masuk Desa Rahtawu sungguh mempesona, hamparan bukit yang indah beserta sungai penuh bebatuan dan air jernih yang mengalir. Kami bertiga aku ( abud ) bersama rekan Anam dan Rekan Triaz, pertama yang kami tuju yaitu rumah bapak kepala Desa setempat guna memberikan surat pemberitahuan acara. Kemudian kami segera melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki di jalanan setapak yang cukup curam, waktu yang kami tempuh kira – kira 1,5 jam dari desa Rahtawu menuju ke Bunton / tempat persinggahan sebelum Puncak 29. Selain panorama pegunungan yang indah disini juga memiliki banyak peninggalan Kebudayaan jawa, yaitu tempat pertapaan / petilasan para leluhur, diantaranya :Hyang Semar, Petilasan Abiyoso, Begawan Sakri, Lokojoyo, Dewi Kunthi, Makam Mbah Bunton, Hyang Pandan, Argojambangan, Jonggring Saloko dan Sendang Bunton. Oleh sebab itu area ini di keramatkan dan bagi para pendaki sebisa mungkin berhati – hati dan ojo neko – neko, supaya tidak terjadi apa – apa.
tengah perjalanan sebelum mnecapai bunton
Bunton, kami sampai di Bunton kira kira jam 16:00 WIB, sejenak kami lepas kepenatan dengan menyeduh kopi dan hisap rokok. Di Bunton terdapat beberapa warung untuk melayani para pendaki yang sejenak beristarahat, dan terdapat pula tempat penginapan meskipun hanya sederhana. Bunton lebih di kenal dengan air kehidupan sendang bunton, setiap orang yang berkunjung di sini menyempatkan diri membawa air kehidupan. Air itu berasal dari Gunung Rahtawu. Ada yang hanya untuk membasuh muka, tetapi ada pula yang sengaja mandi sepuas-puasnya. Kami pun tidak mau ketinggalan, lekas kami mandi dan mengambil sebotol air mineral ukuran 1.5 liter sebagai oleh – oleh. Di sini terdapat tempat petilasan pula, yaitu tempat petilasan Mbah Bunton sejenak kami berziarah di petilasan tersebut. Tempat ini biasanya rame di kunjungi pada waktu suronan (bulan muharram) seperti saat ini, orang – orang ngaalap barokah dari para leluhur, ataupun hanya cari jimat dan wangsit.
batu penunjuk arah ke Bunton
Sungguh banyak pelajaran yang kami dapatkan dari perjalanan ke Bunton. Dan kami harapkan Rekan dan Rekanita mengikuti perjalanan kami. Sekian
Reot, rumah reot yang penuh hiruk pikuk kehidupan, pagi itu embun sejuk membangunkan seisi rumah, mentari yang masih malu bersembunyi di balik bukit yang membentang. Sinarnya masuk melalui lubang lubang dinding dan atap, semua penghuni sudah terbangun dari lelapnya, mengerjakan rutinitas pagi mereka. Menyapu, cuci piring, mamasak. Akan tetapi satu diantara mereka masih terpulas dalam tidur.
Papua: ibu, beta ke kebun dulu . . . .
Ibu pertiwi: ( sedang menyapu ) hati2 ya papua, ntar jangan lupa ambil ubi yang sudah matang
Papua : iya bu. . .
Sejenak kemudian setelah papua berlalu ke kebun, datang seorang pos mngantarkan sebuah surat
Tukang pos : punten, benar ini mah rumahnya ibu pertiwi . . . . ? ? ?
Ibu pertiwi: iya benar, dengan saya sendiri, ada perlu apa ya. . . . ? ?
Tukang pos : owh, kebetulan ini ada surat untuk ibu. . . . .
Ibu pertiwi : terimakasih . . .
Tukang pos : kalau gitu saya langsung pamit bu, mari
Ibu pertiwi: mangga mangga . . .
surat dari siapa ya ??? ehm . . . .
di bawanya masuk ke rumah surat itu, ( dengan raut muka penasaran )
jawa : wonten tamu, sinten bu’ ?
ibu pertiwi: tadi, ada tukang pos nganterin surat ini, coba kamu baca ?
( sambil menyodorkan surat itu, kepada jawa)
Jawa: ehm. . . .dari : konsultan kedutaan besar Indonesia inggris
Untuk : Papua anak ibu pertiwi
Ibu pertiwi : owh, surat untuk papua to? Ya sudah, sini biar nanti dia yang buka sendiri, sekarang panggil saudara2mu untuk sarapan
Jawa : njih bu,
Palangkaraya, jambi, jakarta, ayo sarapan . . . ! !
Palangkaraya: ada apa tadi wa?
Jawa: owh, iku lho, papua ntuk surat songko duta besar indo inggris
Jambi: surat apa wa? (sahut jambi)
Surat cinta ya ?? hehe
Palangkaraya: ngaco’ lho, , , , mana mungkin kedutaan besar ngirim surat cinta? Paling juga surat penagihan hutang . . . hehe
( mereka pun, bergantian mengambil sarapan di meja makan)
Ibu pertiwi : ehm, sudah pada lapar ya, anak anak ibu, sampe gak nungguin ibu makannya
Jambi: hehe keenakan sich bu, tadi kan bis olah raga, angkat ankat air dari sumur
Ibu pertiwi: anak anak ibu emang pada rajin, lho jakarta mana ?? og gk keliatan??
Palankaraya : palingan dia juga masih tidur.
Jambi: ibu sih, terlalu memanjakannya, minta ini itu di turutin, pulang malam di biyarin, gini kan jadinya
Ibu pertiwi hanya terdiam tanpa bicara, memang selama ini ibu pertiwi terlalu memanjakan jakarta tidak seperti anak2nya yang lain
Jawa: wes, wes ojo nyalahke ibu terus tow, jambi, kno gugah jakarta
Jakarta pun sampai di meja makan, tanpa gosok gigi dulu atapun cuci tangan dia langsung menyambar makanan yang ada didepannya
Jambi: bangun tidur ku langsung makan, tidak usah cuci tangan, apalagi gosok gigi
Jakarta: apaan sich mbi? Pagi2 udah ngajakin gue tempur,
Jambi: bukan nngajakin lho tempur sich, cuman sedikit ngengiten tentang kebiasaan buruk lho, yang harus segera lho rubah !!!! (sambil menatap dengan muka masam)
Jakarta: heh , , bilang ajah lho iri sama gue !! iya kan??? (tantangnya)
Ibu pertiwi: sudah, sudah, gak elok, makan sambil bicara, apalagi bertengkar, jakarta, sana kamu pergi ke kamar mandi, cuci tangan, gosok gigi dulu (suruhnya dengan halus)
Jambi: bagus bu, memang sekali kali dia perlu ditegur langsung oleh ibu,
Jawa: uwes tow mbi, ayo mangan ah, , , (menenangkannya)
Merekapun terhening di meja makan enam kursi tersebut, jakarta dan jambi yang tadinya bersi tegang, sepertinya sudah padam, dan terkesan menikmati sarapan paginya, meskipun hanya tumis kangkung dan berlauk tahu tempe.
(kosongkan panggung)
Jakarta : ibu, jakarta mau berangkat kuliyah
Ibu pertiwi: iya, ini uang sakunya,
Jakarta: lho og cuman segini sich bu, ini mah kurang untuk beli bensin.
Ibu pertiwi: udah lah ta, sekali kali kamu ini ngirit dikit napa??
Jakarta: sekali kali ibu bilang??? Jakarta itu orang paling ngirit diantara temen2 jakarta lainnya (ketusnya)
Ibu pertiwi: kamu mbog jangan begitu, sudah bersyukur kamu bisa kuliyah, ibu mau buat apa lagi, kemarin saja ibu mesti jual itu tanah timor timor untuk beli montor kamu, ibu harus jual tanah mana lagi, Untuk nyukupin kehidupan kita ini ?? tanah sengketa ambalat??
Jakarta: ya, mungkin gak usah di jual juga kali bu, kita kan bisa kontrakkan, kita akan dapat sebagian hasil dan kita juga tidak akan kehilangan tanah itu. (sambil senyum2)
Ehm gini bu, kemarin temen jakarta itu nawar tanah kita yang di irian jaya itu, pengen di diriin tambang bu, gimana nanti bagi hasil lho, , ,
Ibu pertiwi: apa maksud kamu ta, itu tanah sudah milik papua, ibu tidak berhak untuk ngapa ngapain tanah itu, apalagi kamu??!! Itu sudah bagian dia
Jakarta: ah, ibu mah kagak asyik, kalo tau begini mending jakarta gak usah cerita ke ibu.
(mereka berdua berlalu, dari sudut berbeda keluarlah jambi dan palangkaraya, yang sejak tadi nguping pembicaraan mereka)
Palangkaraya: itu lah yang di lakukan saudara kandung kita??? Dia mempengaruhi ibu, ehm . . . percuma dia di sekolahkan tinggi, toh akhirnya malah merusak kehidupan kita . . . (marah)
Jambi: iya ya. Aku gak habis pikir ternyata selama ini, selain kemanjaannya dia juga keterlaluan, gara gara dia tanah timor timor kita, di jual
(jawa keluar dari bilik)
Jawa: ehm, do ngopo tah kue ki?? Mesti bar do nguping omongane ibu karo jakarta???
Jambi: ssssttttt, sini wa aku bisikin kamu perlu tahu semuanya.
(mereka bertiga melakukan adegan bisik membisik, selama beberapa saat, kemudian jawa terkaget)
Jawa: opo??? Bener sing do mbug omongke mau???
Bersamaan: ya iyalah (palangkaraya + jambi)
Palangkaraya: apa untungnya coba wa, kita bohong sama kamu??
Jawa: wah keterlaluan jakarta, papua kudune ngerti masalah iki
Terik itu, kini semakin menyengat, membuncahkan keringat hingga tak ada kata untuk tetap tegak di bawah keganasan matahari siang, burungpun hinggap di dahan yang runggut bukan untuk cemberut atau termenung tak dapatkan makan, tapi hanya cukup untuk berteduh.Tak terkecuali papua saat terik tepat di ubun ubunnya dia lekas pulang dari kebun dan membawa beberapa hasilnya untuk kebutuhan sehari hari.
Papua: suadah ah jangan ketawa mulu’ , ini bawa masuk ubi sama ikan lelenya, beta tak mandi dulu, ,
Jawa: njih bos, siap laksanakan, , hehe
Eh sampean wau ntuk surat, di gowo ibu surate
Papua: surat ???
Surat, surat itu mebuat tanda tanya besar di pikiran papua, surat apa yang di maksud oleh jawa, senja kini mulai merebahkan lelahnya di ufuk barat, lampu lampu neon mulai nyala untuk sekedar memudarkan gelapnya malam. Rumah reot itu terasa nyaman bagi para penghuninya, mungkin karena adanya kebersamaan.
Surya belum genap dalam pancarkan sinarnya, butiran–butiran embun yang tercecer di rerantingan, dahan-dahan pohon hingga rerumputan adalah sebuah panorama kesejukan yang senantiasa menghiasi pagi. Mulai derapkan langkah untuk menyongsong hari, bergegas , hingga memacu diri untuk lebih bisa melampaui sang waktu, tak kenal lelah bahkan tak ada kata untuk menyerah. Kini akui atau tidak, manusia telah diperbudak oleh sang waktu, padahal semestinya manusialah yang harus kendalikan sang waktu.
Di bebarisan langkah mulai teruntai ritme nada yang berdetak dari hentakan kaki, hentakan sepasang sepatu klimis yang mengkonotasikan seorang yang penuh akan kuasa sebagai sang pemakainya. Menenteng sebuah tas, dengan helaian jas hitam rapi sambil mengembangkan seuntai senyum layaknya para model yang berjalan di catwalk. Pernik kacamata yang terhias diwajah tampannya serta aura kebijaksanaan yang terpancar dari dalam dirinya. Hafidh fahmi, seorang yang multitalent peraih predikat sebagai lulusan terbaik UIN Syarif Hidayatullah. Dia juga lebih dikenal sebagai seorang santri Mamba’ul Ulum Pati. Jadi tak heran di profersinya yang sekarang ini, hafidz masih dapat berpegang teguh pada prinsip hidupnya.
Terbuai dalam kehidupan dunia kadang membuat manusia lepas dari kodrat mula, mereka terlalu ingin menjadi yang serba lebih. Ketidakpuasan akan apa yang telah dianugrahkan oleh sang khalik, membuat kebanyakan orang melakukan jalan pintas untuk mendapatkan yang diinginkan. Halal ataukah Haram tak ada bedanya yang terpenting mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Itulah yang selama ini mencarut marutkan pikiran Hafidz.
Anugrah ataukah musibah, dua tahun yang lalu hafidz telah resmi dilantik sebagai salah satu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Kabupaten Pati. Tapi dari hari kehari dia semakin tertekan dengan statusnya sebagai DPR, terkadang dia lebih suka termenung dalam hiruk pikuk argument para rekan-rekanya.
Teriknya mulai terasa semakin melemah, angin yang mengalunkan rombongan awan pekat membuat sebuah tabir yang seakan menjadi forum pembelaan terhadap para pinggiran. Terasa lain dihari ini, biasanya hafidz dan para temanya melepaskan kepenatan di sebuah Rumah Makan atau Restoran mewah, akan tetapi siang ini dia lebih memilih untuk nongkrong di tepi jalan GOR Joyo Kusumo. Terlihat rona kegelisahan terpancar dari raut wajahnya, di sebuah bangku panjang ditemani secangkir kopi dan sebatang rokok yang menyala.
Ramai selalu ramai, gemulai tangan anak jalanan yang menadahakan belas kasihan, serta teriakan para kernet bus dan sopir angkot, seolah menjadikan sebuah keterkaitan setiap harinya. Entah angin apa yang berdesir, seolah mebuat sekujur tubuh hafidz tak bisa digerakkan, dari kejauhan nampak segrombolan massa sedang berjalan menuju arahnya. Emosional penuh terpancar dari kerumunan yang menghampiri Hafidz, tertegun dalam kebingungan tentang apa yang akan dilakukan oleh para massa yang menghampirinya. Tidak disangka kerumunan itu ternyata menuntut akan janji yang dulu pernah ia lontarkan saat kampanye. Hafidz yang terkaget ingan rasanya berlari dari mereka, akan tetapi dua lengan besar segera merobohkan tubuhnya. Tak ada daya apapun yang dapat diperbuatnya,
"Saudara tahukah kalian,,,,,???? Hukuman apa yang pantas untuk para pencuri….????"
"Potong tangannya……!!!!!!!" serentak mereka menyahutinya
Hafidz tercengah bingung, tentang apa yang akan dilakukan mereka terhadap dirinya. Tiba tiba sebilah pisau belati ditebaskan ketangannya, seketika itu jeritan keras terurai dari sepasang bibir yang terbiaskan dari ketidak berdayaan sang raga.
" Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa, , , "
Dedaunan, ranting, batang, dan beberapa pasang mata tercengah kaget mendengar rintihan keras seorang berbaju rapi di sebuah bangku panjang. Nafasnya yang tidak teratur, serta dengusan kerasnya, membuatnya seolah sedang berlari dari kejaran malaikat pencabut nyawa. Itulah yang terpancar dari raut muka Hafidz, ternyata dirinya sedang terlelap dalam alam lamunnya. Sebilah pisau yang ditebaskan ketangannya hanyalah batangan rokok yang menyala hingga habis dan melepuhkan sela jarinya.
keteduhan, sekarang ini sulit untuk dicarinya, bahkan dalam sujudnya kepada illahi rabbi, tak kunjung ia temukan ketentraman hati. Lamunan lamunan senantiasa menjadi hantu baru dalam derap hidupnya. Suara para dewan mulai menghentikan keheningan yang sempat dirasakan Hafidz pada kesindiriannya.
" Hai pak ustadz, habis dari mana….????" Lontarnya kepada Hafidz
" tadi habis ngopi ris, di samping Joyo.."
"tumben, , , , , , ??? eh tadi kita habis dapat TIP dari pengelola 3 karaoke baru dipinggir Pantura, nih bagian untuk kamu….."
Disodorkannya sebuah amplop tebal kepada Hafidz. Keraguan mulai berkecamuk dalam dirinya, gemetar tangan untuk menerima dan tidaknya uang tersebut.
" kamu kenapa fidz…….????" Tanyanya karena heran hafidz tak segera manerima uang.
" o…. tidak kenapa-napa og ris…."
" kalau tidak kenapa – napa, og kamu keliatan kayak orang habis kesambet setan waktu aku kasih TIP ini……?? Kenapa…..?? ehm,, denger yaw fidz sekarang itu udah gak zamannya nolak rezeki, lumayan lho, bisa buat tambahan shoping istri sama keperluan anak kamu, yaw udah pegang aja dulu, ntar kamu juga pasti butuhin, aku mau ngurus izin karaoke, …" berlalu saja aris sambil melambaikan tagannya.
" oh iya fidz, satu lagi nanti kalau kamu mau laporan, aku nitip do'anya yaw moga ditambahkan pundi pundi uangku, dan diberikan banyak gadis gadis cantik disampingku, hehehehe, nitip salam juga buat malaikat, bilangin Aris setiyawan SH salah satu anggota DPRD Pati lg udzur…..hahhahahahahahaha"
" Ehhhhhh wong edan…. Rumangsamu malaikat iku bolo keplekmu…..!!!" sahut Hafidz dengan nada guyonan kasar.
Lelah, surya mulai menyematkan sinarnya, dentingan jarum jam sudah menunjukkan pukul 17.30. Kini senja telah mengkulum sinar kehangatan, perlahan menderaaikan kegelapan yang terindahkan dengan perpaduan jamuan lampu listrik serta pancaran rembulan serta keindahan rajutan bintang.
Ditemukan sebuah ketentraman dari biasan kehangatan sauasana romantisme 3 insan. Layaknya Rama dan shinta yang sedang membimbing putranya.
" Iqbal, ayo Iqomat……?"
Satria kecil itu kemudian mengumandankan iqomat pertanda untuk memulai jama'ah. Pasangan keluarga itu menjalankan shalat maghrib bejamaah di sebuah ruangan ibadah bagian dari rumahnya. Seusai shalat satria kecil itu menjulurkan tangan dan menciuim kedua tangan orang tuanya. Sebuah pelajaran sopan santun yang di berikan hafidz kepada buah hatinya.
Rembulan terasa sempurna dalam menyuguhkan kehangatan, lamunan itu kembali merasuki fikirannya. Sambil memegang amplop pemberian dari Aris, Hafidz tertegun.
" Mas Hafidz ini kopinya….." sambil menaruh secangkir kopi di meja.
" Lho, jari Mas Hafidz kenapa……???"
" owh, tadi habis keslomot rokok waktu ngopi…."
" og bisa tow mas, , , , ???? yaw udah salma ambilin obat , , ,"
"sini tangannya, udah tahu rokok panas og, masih aja di pegang, mau ngetes kekebalan,,,,???"
" nggk og de', tadi mas ngelamun,,"
" emmm, ada masalah apa tow mas , , ?? sekarang salma og lebih sering liat mas melamun , , "
" mas lagi bingung aja de', , , , , "
" Bingung mikirin apa tow mas……???"
" amplop ini de', , , " sambil mejulurkan ampop tebal yang dikasih aris tadi siang.
" ini amplop dari siapa mas, , , , , , , ????"
" tadi siang sehabis makan, aris ngasih amplop ini, katanya uang TIP untuk para dewan dari pengelola karaoke ….."
" Astaghfirullah mas, ini mah uang suap, uang untuk melindungi tempat bisnis yang semakin hari semakin menghancurkan moral, mas tahu keramaian diluar sana, , , , , ,??? Para aktifis, dan Ormas islam berbondong bondong untuk menunntut di tutupnya bisnis penghancur moral bangsa ini mas, tapi justru mas dan para dewan yang duduk disana malah mendukungnya, seharusnya ini tugas mas dan para dewan untuk membrantasnya, berdasarkan janji yang telah mas orasikan dulu, , , , , "
" lalu apa yang harus mas lakukan de' ……??? ini semua sudah menjadi rahsia umum para dewan, apakah mas harus menolak, dan menentang keras……??? Mas bimbang untuk melngkah, mas bingung de'…."
" mas, tidak ada kata ragu ataupun bimbang untuk melakukan kebenaran, tidakkah mas lebih tahu tentang agama dari pada salma,,,???. Mas lebih tahu menahu tentang hukum, dan salma yakin mas juga lebih dari sekedar bisa untuk menjalankanya, tahukah mas, , , salma lebih bangga dengan sosok seorang Hiafidz 5 tahun lalu, seorang aktifis IPNU yang arif, bijaksana, sederhana, tidak neko neko, dan tidak mudah terpengaruh orang lain, sosok yang didamba banyak orang, hingga tidak pernah salma sangka, orang tersebut menjatuhkan pilhannya untuk hidup bersma dengan seorang Salma Fitiriana Sari, seorang yang masih awam dalam ilmu agama, dalam segala hal, kala itu salma terenyuh seolah salmalah orang yang paling bahagia didunia ini, rasa bahgia itu sampai sekarang belum pudar sedikitpun walau waktu menggerusnya, salma tetap ada disamping mas, saat mas terjatuhpun salma tetap ada didekapan mas, hingga mas terbangkit lagi,,,,, "
Seolah angin kesejukan mengalun dengan keindahan ritme simphony yang terajut dari sepasang bibir manis itu, bibir manis yang melahirkan untaian ketentraman bagaikan telaga surga yang senantiasa menyegarkan dahaga bagi para penghuninya. Untaian itu kini seolah menjadi nyawa baru dalam diri hafidz. Nyawa pembawa ketentraman, yang akhir akhir ini menghilang dari derap langkahnya, sekarang kembali dan lebih mebawa kebahagiaan tersendiri. Hingga butiran kesejukan menetes dari kedua kelopak mata Hafidz.
Kemudian kedua insan itu mendekati sang buah hati yang sedang sibuk dengan bacaan komiknya. Sang ibu dengan penuh kelembutan dan kasih aynng membelai kepala si satria mungil itu.
" sal, ini adalah Iqbal Haidar El Fahmi, yang kelak akan menjadi kebanggaan banyak orang, dengan mewarisi kelembutan hati dari seorang ibundanya, dan keintelekan rintisan dari ayahandanya."
Senyap semakin menelan, keheningan melaun merasuk di dalam diri setiap insan yang telelap dipelukan sang malam. Hafidz bersimbah dalam sujud tengah malamnya, megucurkan airmata dan terus memanjatkan do'anya. Do'a untuk keselamatan dirinya, kedua orangtuanya, anak istrinya, keluarganya, sahabat, teman, serta saudara muslim muslimat.
Mata hafidz tak kunjung henti meneteskan airmata, lelapnya sang bidadari yang memeluk hangat si satria kecil meberikan keteduhan tersendiri bagi dirinya.
“Mensejahterkan rakyat, meratakan keadilan, menjunjung tinggi kebenaran serta menumpas segala Korupsi Kolusi dan Nepotisme”. Kata itu yang dulu kerap diucapkan dalam setiap orasinya. Kini Hafidz akan memulai untuk melangkah lagi menyongsong ritme yang sempat terhenti. Ritme yang terhenti oleh teguran illahi, jarinya yang melupuh akibat bara rokok mungkin adalah peringatan untuk tidak mendzolimi kehidupan ini.
" ini adalah anugrah terindah, senyuman yang meneduhkan hatiku, tak seidikitpun kata cercaan kau lontarkan walaupun aku bersalah, dulu hingga sekarang kau masih yang ku kagumi, kepolosan serta kanggunanmulah yang meracuniku hingga daku terbuai untuk mendapatkanmu, dulu kini dan nanti kau adalah mawar yang takkan layu walupun terlampau waktu, semerbakmu akan senantiasa mewangi dalam lubuk hatiku, kini kita dikaruniai satria penghibur lara peneman sepi, buah hati yang senantiasa kita sayangi, kita akan selalu bersama mengarungi ganasnya sang waktu, aku akan setegar karang untuk melindungi dan menjaga kalian, satria dan bidadariku, walaupun aku tergeming oleh ombak tapi semangat dan kehangatan cinta kita yang akan mengkuatkan ku."
Untaian semburat itu yang mengiringi sembab mata untuk terlelap malam, untaian untuk anugrah terindah dalam hidupnya. Besok adalah waktu dimana seorang Hafidz fahmi akan menjalankan jalan yang sempat terhenti, jalan untuk memulai membenarkan moral, moral yang dari hari kehari semakin mencarut oleh kehidupan hendoisme. Berat derapan itu akan dimulainya, tidak hanya pinggiran yang akan diubahnya tapi juga teman dewan sejajar dengan dirinya. Sebagai pemimpin yang dipercayai rakyat dirinya akan mengemban tanggung jawab yang berat.